Pesta Adat Kematian Toraja ( Rambu Solo' )

 Toraja memang terkenal dengan keunikan kebudayaannya. Salah satu budaya Toraja yang unik adalah upacara pemakaman yang disebut Rambu Solo'. Rambu Solo' adalah suatu prosesi pemakaman masyarakat Tana Toraja, yang tidak seperti pemakaman pada umumnya. Toraja dikenal dengan upacara adat Rambu Solo'. Melalui upacara Rambu Solo' inilah, bisa disaksikan bahwa masyarakat Toraja sangat menghormati leluhurnya. Prosesi upacara pemakaman ini  terdiri dari beberapa susunan acara. Dimana dalam setiap acara tersebutmempunyai nilai-nilai kebudayaan yang sampai sekarang masih dipertahankan oleh masyarakat Toraja.

 Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah bagi setiap masyarakat Toraja, tuntutan adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini harus mewajibkan keluarga yang telah ditinggalkan harus membuat pesta sebagai tanda hormat terakhir pada mendiang keluarga yang telah pergi. Dalam Proses yang berhari-hari untuk merayakannya. Rumah bambu akan banyak berderet di pekarangan rumah dan banyaknya orang-orang mengikuti dibelakang mereka membawa hewan ternak yang akan diberikan pada tuan rumah dan tuan rumah akan menyambut dengan ramahnya diiringi dengan tari-tarian dan beraneka macam santapan yang telah dipersiapkan. Masyarakat luar yang tidak mengetahui akan mengira pesta ini seperti acara menyambut kesukacitaan yang besar padahal ini merupakan upacara untuk prosesi pemakaman

 

Proses membawa hewan


  Secara garis besar upacara pemakaman terbagi kedalam 2 prosesi, yaitu Prosesi Pemakaman (Rante) dan Pertunjukan Kesenian Budaya. Prosesi-prosesi tersebut tidak dilangsungkan secara terpisah, namun saling melengkapi dalam keseluruhan upacara pemakaman. Prosesi Pemakaman atau Rante tersusun dari acara-acara yang berurutan.

  Prosesi Pemakaman (Rante) ini diadakan di lapangan yang terletak di tengah halangan Rumah Adat Tongkonan keluarga. Acara-acara tersebut antara lain :
  1.       Ma’Tudan Mebalun, yaitu proses pembungkusan jasad
  2.       Ma’Roto, yaitu proses menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan benang perak.
  3.       Ma’Popengkalo Alang, yaitu proses perarakan jasad yang telah dibungkus ke sebuah lumbung untuk disemayamkan.
  4.       Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses perarakan jasad dari area Rumah Tongkonan ke tempat pemakaman terakhir.

  Prosesi yang kedua adalah Pertunjukan Kesenian Budaya. Prosesi ini dilaksanakan tidak hanya untuk memeriahkan tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi orang yang sudah meninggal. Dalam Prosesi Pertunjukan kesenian budaya bisa menyaksikan:

  1.     Mapasilaga Tedong ( Adu Kerbau) kerbau di Toraja memiliki ciri yang tidak mungkin dapat ditemui didaerah lain, mulai yang memiliki tanduk bengkok kebawah sampai dengan kerbau berkulit putih.
  2.     Sisemba (Adu kaki)
  3.     Pertunjukan beberapa musik daerah, yaitu Pa’Pompan, Pa’Dali-dali, dan Unnosong.
  4.     Pertunjukan beberapa tarian adat, antara lain Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’katia, Pa’Papanggan, Passailo dan Pa’Silaga Tedong.
  5.     Ma'tinggoro tedong ( Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarakat Toraja dengan menebas kerbau menggunakan parang dan hanya dengan sekali tebas) dan kerbau yang disambelih ditempatkan pada sebuah batu yang diberi nama simbuang batu.
 
 
Tingkatan Upacara Prosesi Kematian/Rambu Solo' di Toraja
 
  Upacara ini dilaksanakan pada siang hari saat matahari cenderung  ke barat dan membutuhkan waktu 2-5 hari bahkan bisa sampai 2 minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat dibagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Di kalangan Toraja semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana. Upacara ini masing-masing golongan masyarakat tentunya berbeda. Jika kalangan bangsawan dengan strata kasta sosial yang tinggi maka jumlah kerbau yang akan di potong dalam pesta adatnya jauh lebih banyak sekitar 24 sampai 100 ekor kerbau dan babi sedangkan untuk mereka yang bukan bangsawan atau golongan menengah sebanyak 8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi. 
 
Ma' Pasa' Tedong Pemakaman Mahal di Ponglu' Buntu Pepasan Dari Tongkonan  satu Ke Tongkonan yang Lain - YouTube
Berbagai Jenis Tedong (kerbau) dalam upacara Rambu Solo'
 
  Akan tetapi sebelum jumlah itu mencukupi, jasad tidak boleh dikuburkan di tebing atau ditempat tinggi, biasanya jasad disimpan selama bertahun-tahun di tongkonan (Rumah adat Toraja). Maka keluarga yang ditinggalkan akan berusaha semaksimal mungkin menyelenggarakan Upacara Rambu Solo'. Akan tetapi, biaya yang diperlukan bagi sebuah keluarga untuk menyelenggarakan Rambu Solo' tidaklah sedikit. Oleh karena itu, upacara pemakaman khas Toraja ini seringkali dilaksanakan beberapa bulan bahkan sampai bertahun-tahun setelah meninggalnya seseorang.

TIDAK MENINGGAL, TETAPI SAKIT. 

  Masyarakat Toraja mempercayai bahwa Rambu Solo akan menyempurnakan kematian seseorang. Oleh karena itu, mereka juga beranggapan bahwa seseorang yang meninggal dan belum dilaksanakan Upacara Rambu Solo, maka orang tersebut dianggap belum meninggal. Orang ini akan dianggap bahkan diperlakukan seperti orang yang sedang sakit atau dalam kondisi lemah. Orang yang dianggap belum meninggal ini, juga akan diperlakukan seperti orang yang masih hidup oleh anggota keluarganya. Misalnya dibaringkan di ranjang ketika hendak tidur, disajikan makanan dan minuman, dan diajak bercerita dan bercanda seperti biasanya, seperti saat orang tersebut masih hidup. Hal ini dilakukan oleh semua anggota keluarga, bahkan tetangga sekitar terhadap orang yang sudah meninggal ini, untuk menggenapi kematian orang tersebut, pihak keluarga harus menyelenggarakan Rambu Solo'. Oleh karena biaya yang tidak sedikit, maka pihak keluarga membutuhkan waktu untuk mengumpulkan dana untuk upacara pemakaman. Biaya untuk menyelenggarakan Upacara Rambu Solo' berkisar antara puluhan juta sampai ratusan juta rupiah. Itulah sebabnya mengapa di Toraja orang yang meninggal, baru akan dimakamkan berbulan-bulan setelah kepergiannya.

PEMAKAMAN / PENGKUBURAN. 

  Kematian bagi masyarakat Toraja menjadi salah satu hal yang paling bermakna dan berkesan, sehingga tidak hanya upacara prosesi pemakaman yang dipersiapkan ataupun peti mati yang dipahat menyerupai hewan (Erong), namun mereka pun mempersiapkan tempat "peristirahatan terakhir" dengan sedemikian mewahnya, yang tentunya tidak lepas dari strata sosial yang berlaku dalam masyarakat Toraja maupun kemampuan ekonomi individu, umumnya tempat menyimpan jenazah adalah gua/tebing gunung atau dibuatkan sebuah rumah (Pa'tane). Budaya ini telah diwarisi secara turun temurun oleh leluhur mereka.

 

Gua/ Bukit Tebing Gunung Tempat Jenazah

Rumah Jenazah (PA'TANE)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baju Pokko' Toraja

Makanan Khas Toraja